Terima Kasih Engkau Telah Menegurku
Oleh : Ana Nur Fajriyati :)
Merasakan semilir angin yang bertiup sepoi-sepoi dan
menebarkan aroma asin air laut. Terdengar suara gulungan ombak yang saling
bertabrakan satu sama lain. Serta sang surya yang mulai condong ke barat serta
perlahan-lahan menghilang menciptakan potret langit yang begitu indah dengan
semburat warna jingganya. Berjalan di hamparan pasir putih bak permadani dan
merasakan itu semua merupakan kenikmatan tersendiri buatku. Terlebih jika
kepenatan sedang menghampiriku. Datang ke tempat ini merupakan obat yang bisa
menghilangkan penatku. Ya. Pantai. Seringkali aku datang ke sini hanya untuk
menikmati suasana pantai yang dapat membuat hatiku merasa tenang dan nyaman dan
merasakan betapa indahnya ciptaan Sang Maha Kuasa. Sejenak bisa membuat diriku
lupa akan masalah yang sedang menghampiriku. Dan membuatku sadar untuk selalu
bersyukur.
Aku terduduk di pinggir pantai sambil menangis terisak-isak,
mengeluarkan rasa kecewa yang ada. Semua itu tidak dapat terbendung hingga
akhirnya meluap melalui air mata yang mengalir menganak sungai dipipi.
“Sudah lah Ka, tak ada gunanya kalau kamu nangis terus kaya
gini..” kata Claresta yang berusaha memintaku untuk berhenti menangis.
“Hiks.. hiks.. aku udah berusaha keras Ta, tapi...” jawabku
dengan kalimat menggantung. Claresta mengerti ucapanku yang menggantung
tersebut.
“Tetep semangat, kamu juga masih kelas X, masih ada
kesempatan di kelas XI. Keep fight and
keep spirit!” Claresta masih berusaha memberikan semangat padaku agar aku
tidak tenggelam dalam kesedihan dan kekecewaan.
“Thanks ya Ta atas
semangatnya, kamu emang sahabat yang paling ngertiin aku”
“Iya Ka, sama-sama, itu kan memang sudah seharusnya yang
sahabat lakukan ketika mendapati sahabatnya sedang sedih. Ya kan? ” ucap
Claresta sambil tersenyum memandangku dan mengedipkan mata.
“Iya Claresta sahabatku yang paling baik...” jawabku. Dan kemudian
kamipun berpelukan sambil tertawa satu sama lain.
Aku mengenal Claresta sewaktu kami masih SMP. Kami
ditempatkan dalam kelas yang sama ketika kelas 7, dan kelas 9. Dua tahun bukan
waktu yang sebentar untuk dapat mengenal dan memahami satu sama lain. Begitu
juga kebersamaanku dan Claresta selama dua tahun, terjalinlah sebuah
persahabatan yang indah. Penuh dengan warna-warni, meski seringkali warna-warni
indah itu tercoret cat hitam akibat adanya ketidaksepahaman diantara kami. Tapi
itulah yang membuat lukisan persahabatanku dengan Claresta semakin berwarna dan
semakin indah. Kebersamaan kami tidak berhenti disitu saja. Sekarang kami duduk
dibangku SMA. Kami sama-sama mendaftar di salah satu sekolah yang terbaik di
kota kami. Kami diterima di sekoah tersebut dan kebetulan kami dimasukkan
kesebuah kelas yang sama.
***
Erika. Itulah nama yang biasa orang pakai untuk memanggilku.
Iya. Itulah namaku. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Ibuku seorang ibu rumah
tangga dan ayahku seorang guru SMA di salah satu SMA negeri di kota ini sebagai
guru geografi. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki dan adik perempuan. Aku
selisih 5 tahun dengan kakakku dan selisih 7 tahun dengan adikku.Kakakku tidak
tinggal di rumah, ia sedang melanjutkan belajarnya di salah satu universitas negeri
ternama di Surakarta. Dan ia tinggal di salah satu kos-kosan yang dekat dengan
kampusnya itu. Sedangkan adikku masih duduk di kelas 3 SD. Karena ayahku
seorang guru geografi, Beliau punya banyak koleksi buku geografi. Aku sering
membacanya. Hingga akhirnya aku menjadi ketagihan dan suka dengan mata
pelajaran tersebut.
***
SMA Bintang Bangsa. Itulah tempat baruku menimba ilmu.
Sekolahku tersebut walaupun bukan sekolah negeri, tapi termasuk deretan sekolah
menengah atas terbaik di kotaku. Aku tinggal di sebuah kota kecil di Jawa
bagian Timur. Alasan kenapa aku lebih memilih sekolah tersebut dibanding
sekolah negeri yang lain karena selain
mutu pendidikannya yang sangat baik juga karena jarak dari rumahku yang cukup
terjangkau dibandingkan dengan sekolah lain yang cukup jauh. Jadi bisa lebih
terjangkau. Walaupun biayanya sedikit lebih mahal dibanding sekolah negeri.
Juga karena kedua orang tuaku yang meminta.
Di sekolah banyak sekali ekstrakurikuler. Satu yang paling
aku tertarik untuk bergabung yaitu Sains Club. Sains Club adalah sebuah
ekstrakurikuler yang kegiatannya memperdalam pembelajaran tentang mata
pelajaran sains. Sains Club terdiri dari berbagai bidang, seperti matematika,
fisika, biologi, kimia, astronomi, komputer, kebumian, geografi, dan ekonomi.
Aku tertarik untuk mengikuti Sains Club bidang geografi.
“Erika, gimana? Kamu diterima jadi anggota SC geografi?”
tanya Berta suatu hari sewaktu kita berpapasan di jalan ketika aku akan pulang.
Berta dan aku sama-sama ikut mendaftar SC geografi.
“Alhamdulillah aku diterima, kalau kamu gimana Berta?” aku
bertanya balik padanya.
“Alhamdulillah, aku juga Ka” jawabnya singkat sambil
tersenyum. Ia terlihat sangat bahagia.
“Selamat Berta, kapan-kapan kita belajar bareng ya!” kataku
menambahkan.
“Terima kasih Erika, kamu juga. Selamat ya!” balas Berta.
Untuk bisa menjadi anggota Sains Club di sekolah, kita harus
mengikuti tes seleksi masuk. Karena Sains Club pada dasarnya merupakan
ekstrakurikuler untuk mempersiapkan siswa-siswi yang akan mengikuti OSN
(Olimpiade Sains Nasional). Dari dulu aku sangat ingin mengikuti OSN, yang
belum terwujud ketika masih SMP. Nah, di SMA keinginan tersebut muncul kembali.
***
OSK masih beberapa bulan lagi, tapi sekolahku sudah
menyiapkan jauh-jauh hari. Kami para anggota Sains Club lebih giat lagi dalam
pertemuan. Bisa lebih dari 3 kali seminggu, padahal jadwal sebenarnya hanya
sekali seminggu. Jam pertemuan pun ditambah agar lebih maksimal dalam
pendalaman dan penambahan materi untuk mempersiapkan OSN tingkat kabupaten atau
yang biasa disebut OSK (Olimpiade Sains Kabupaten) agar bisa lolos ke tahap berikutnya. Kegiatan
tersebut benar-benar membuatku kalang kabut dalam membagi waktu, antara waktu
belajar materi pelajaran sekolah dan materi untuk OSN. Sebulan yang lalu kami
para anggota Sains Club diseleksi lagi dengan mengerjakan beberapa jenis soal
olimpiade. Nah, dari hasil itu peringkat 5 besar dari kami akan mengikuti OSK.
Dan aku sangat bersyukur kepada Allah aku termasuk dari 5 anak tersebut. Aku
pun sangat bahagia dan mempersiapkan segalanya dengan semaksimal mungkin.
Sehari-haripun aku selalu belajar, belajar, dan belajar.
“Hai Ka, lagi sibuk banget nih..
buru-buru amat..” tanya Ardan. Ardan adalah teman sekelasku. Dia selalu kepo dengan urusan orang lain. Tapi dia
tidak suka jika ada teman lain yang ingin tahu urusannya. Huh! Dasar Ardan!
“Iya nih, duluan ya.. bye..” jawabku singkat padanya kemudian
bergegas berjalan keluar kelas. Hari ini ada bimbingan mata pelajaran geografi.
Tidak hanya hari ini, tetapi setiap hari, selepas pulang sekolah menjelang OSK.
Sibuk sekali!
***
Aku semakin sibuk dalam
mempersiapkan segala sesuatu menuju OSK. Ya padahal baru setingkat kabupaten,
aku sudah seperti ini. Ya ini adalah gerbang menuju OSN yang sebenarnya setelah
aku lolos OSK kemudian OSP (Olimpiade Sains Provinsi). Itulah yang aku
dampakan. Terlebih lagi jika aku diberi kesempatan menuju tahap berikutnya. Ya.
Internasional. Begitulah harapanku. Aku begitu menikmati semua kesibukanku menjelang
hari pelaksanaan olimpiade, sampai aku lupa dengan hal-hal yang lainnya. Aku begitu bersemangat dalam mempersiapkan
semua, belajar siang malam. Sampai-sampai hanya tidur beberapa jam saja. Dan
itu berulang setiap harinya.
“Erika, belajar maksimal harus, tapi
jangan lupa istirahat, makan, dan sholat ya?” kata Mamaku di tengah ketika
mendapati aku masih belajar dan belum memejamkan mata.
“Iya, Bu.” Aku jawab singkat,
kemudian kulanjutkan belajarku.
Ibuku sangat perhatian padaku, ketika aku ingin belajar
tengah malam, dan minta tolong ibu untuk membangunkan, beliau selalu bersedia.
Beliau tidak pernah marah ketika aku terlalu sibuk dengan tugas sekolahku dan
jadi jarang membantu ibu. Dia begitu pengertian. Aku sayang ibuku. Sampai suatu
ketika, aku tidak mendengarkan apa yang dikatakan ibuku, ibuku selalu berpesan
sesibuk apapun jangan lupa makan dan berdoa.
Menjelang dua minggu hari pelaksanaan olimpiade, aku semakin maksimal
belajar, hingga lupa makan dan salat. Iya. Aku melalaikannya. Aku lupa makan
dan salat, tidak cuma sekali.
***
Hari pelaksanaan lomba semakin dekat. Tapi sesuatu hal yang
tidak biasa aku rasakan. Aku merasa tidak seperti biasanya. Merasakan ada
sesuatu yang terjadi padaku. Awalnya aku tidak menghiraukannya. Aku berangkat
sekolah seperti biasa. Sampai di sekolah beberapa orang menegurku kalau aku
terlihat pucat hari ini. Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Ketika
aku membuka mata, hanya warna putih yang kulihat di sekelilingku dan ada
seseorang yang sedang duduk di samping tempatku terbaring. Dialah ibuku.
“Erika sayang, kamu udah sadar? Alhamdulillah.” Kata ibu yang
mengetahui aku tersadar sewaktu tanganku yang Ia pegang bergerak perlahan-lahan.
Aku mulai membuka mata.
“Aku kenapa, Bu? Apa yang terjadi padaku?” jawabku dengan
nada bingung.
“Sayang, kamu pingsan di sekolah. Pihak sekolah membawamu ke
rumah sakit.” Jawab ibuku menjelaskan.
“Aku sakit apa, Bu? Katalu tanya
lebih lanjut.
“Sayang, kamu tidak apa-apa, kamu
baik-baik saja.” Jawab ibuku yang sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan.
Aku tidak percaya dengan apa yang
dikatakan ibuku. Terlihat ada raut kekhawatiran di wajah ibuku yang sebelumnya
jarang aku temui. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan. Pikiranku
mengembara liar ke mana-mana. OSK seminggu lagi? Bagaimana jika aku masih di
rawat di rumah sakit? Pikiran-pikiran buruk datang silih berganti lewat di
dalam pikiranku. Tapi aku berusaha tetap positive
thinking, tapi tetap saja. Pikiran itu selalu muncul. Untu menyemangati
diriku sendiri aku mengatakan, “Aku kuat dan harus selalu kuat. Seperti namaku Erika yang artinya selalu kuat.” Selama
ini jarang sakit. Pernah tapi tidak sampai dirawat di rumah sakit.
***
Tiga hari menjelang hari pelaksanaan lomba aku masih
terbaring di rumah sakit, aku merasa keadaanku sudah baik, tapi dokter
menyarankan aku jangan pulang dulu. Tapi
aku tidak mau. Aku meminta kepada ibu supaya aku cepat pulang karena tiga hari
lagi aku mau lomba. Ibuku mengerti. Tapi beliau juga memikirkan kesehatanku.
“Erika, ibu tahu kamu ingin segera pulang. Tapi kamu denger
kan apa kata dokter. Tenang ya sayang? Sehari atau dua hari lagi kamu pasti
pulang kok dan kamu pasti bisa ikut lomba itu.” Kata ibuku menenangkanku.
Ibuku benar. Dua hari kemudian aku boleh pulang. Walaupun
keadaanku belum sehat seperti sedia kala. Tapi aku masih bisa ikutan lomba.
***
Hari –H telah tiba. Aku bangun
pagi-pagi kemudian diantar oleh ayahku menuju tempat pelaksanaan lomba setelah
sebelumnya pembimbingku telah memberi tahu informasi pelaksanaan lomba.
Setibanya di sana, masih ada waktu untuk membuka buku. Aku membuka buku
sebentar sebelum lomba dimulai untuk mengingat-ingat yang selama ini telah aku
pelajari secara maksimal.
Bel berbunyi. Pertanda bahwa semua
siswa harus masuk kelas karena lomba akan dimulai. Aku duduk sesuai dengan
nomor pada kartu peserta. Soal pun dibagikan beberapa saat setelah sebelumnya
berdoa dipimpin oleh pengawas. Ada 100 butir soal. Pilihan ganda semua.
“Alhamdulillah.”
Batinku dalam hati. Dalam
soal tertulis setiap
peserta disediakan waktu sekitar
1,5 menit untuk mengerjakan setiap
soal. Penilaian bagi siswa
menjawab benar: +3, tidak
diisi = 0 dan salah = – 0.5.
Aku berusaha untuk mengerjakan soal-soal itu dengan benar
dan mengingat-ingat materi yang telah aku pelajari selama ini. Walaupun dalam
kondisi badan yang belum terlalu fit. Aku optimis! Semoga aku bisa lolos ke
OSP. Aamiin.
Waktu untuk mengejakan soal-soal telah habis. Lembar
jawaban segera dikumpulkan oleh pengawas dan peserta boleh keluar kelas. Aku
sedikit lega karena lomba telah selesai dilaksanakan. Hasilnya kuserahkan pada
Sang Khalik. Tapi aku tetap optimis.
***
Setalah sekian minggu menunggu. Akhirnya hari pengumuman
tiba. Pengumuman bisa diakses melalui internet. Pembimbingku memberikan sebuah
situs yang harus aku buka untuk melihat pengumuman. Aku membuka situs tersebut
setelah pulang sekolah. Di rumah.
Ku
buka situs tersebut. Loading loading
loading. Setelah cukup lama menunggu karena jaringan internet di rumahku
agak lola. Akhirnya bisa terbuka.
“Ya Allah...” aku berdoa sambil
mencari-cari namaku dan berharap namaku tertera di layar kaca. Pengumuman
tersebut hanya menuliskan siswa-siswi yang lolos ke OSP. Aku terus mencari dan
mencari. Setelah agak lama mencari. Dan namaku belum ditemukan. Aku mulai
khawatir dan tidak bersemangat. Setelah semuanya kubaca. Aku tidak bisa
berkata-kata. Aku hanya mengekspresikannya dengan mengeluarkan air mata. Ya.
Namaku tidak ada dalam pengumuman tersebut. Yang berarti aku tidak lolos. Aku
sedih sekali. Sedih. Ya Allah kenapa aku tidak lolos? Aku telah berusaha keras
bahkan sampai aku sakit.
“Erika, sudah tidak apa-apa ya..
jangan sedih.. Mungkin belum waktunya. Ingat ya Allah selalu punya rencana yang
indah buat kita. Dan janji Allah semua itu akan indah pada waktunya.” Kata
ibuku yang mencoba menghiburku.
“Tapi Bu, aku sudah berusaha keras
untuk itu..” Jawabku masih dalam keadaan menangis.
“Iya.. tapi Allah belum berkehendak
sayang, Dia lebih tahu mana yang terbaik buat kamu.” Ibuku masih mencoba
menghiburku.
“Iya Bu,” jawabku sedikit tegar.
Kesedihanku semenjak pengumuman itu
belum sepenuhnya hilang. Sebenarnya aku masih teramat sangat sedih. Keesokan
harinya sepulang sekolah aku mengajak Claresta, sahabatku untuk pergi ke
pantai. Aku menceritakan semuanya pada Claresta.
***
Aku sadar. Memang sebagai manusia
aku dan semua orang bisa berencana, tapi Allah lah yang berkehendak. Sekeras
apapun perjuangan kita. Kalau Allah belum berkehendak pasti semua yang kita
inginkan atau yang telah kita rencanakan tidak akan terjadi. Tapi sudah
sewajibnya untuk selalu berusaha dan berdoa serta selalu bersyukur. Mungkin
selama ini aku telah berusaha keras bahkan sangat keras, dan aku melupakan dan
bahkan melalaikan sesuatu hal kecil yang seharusnya selalu aku ingat dan tidak
boleh lalai. Ya. Berdoa dan bersyukur. Saking sibuk belajar aku sampai lupa
salat dan berdoa. Ketika salat bahkan akupun ingin segera selesai dan
melanjutkan belajar. Astaghfirullah.Saking
sibuknya akupun kurang mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Aku
mengabaikan kesehatanku. Lupa makan, tidur malam hanya beberapa jam, dan
hal-hal lainnya hingga akhirnya aku jatuh sakit. Sekarang aku sadar. Mungkin
ini teguran darinya. Terima kasih Ya Allah. Engkau telah menegurku.
:D ***selesai*** :D